Apa yang harus dilakukan jika tahu ada salah satu keluarga mengidap HIV /AIDS?
HIV tidak mudah ditularkan, dan tidak menular melalui bersalaman, bersentuhan, berpelukan, berci-uman pipi, batuk atau bersin, memakai peralatan rumah tangga bersama; seperti alat makan, telefon, kamar mandi, WC umum, kolam renang. Juga tidak ditularkan melalui gigitan nyamuk, bekerja berseko-lah atau berkendaraan bersama. HIV tidak ditularkan lewat udara dan cepat mati bila berada di luar tubuh, kemudian mudah dibunuh dengan cairan pemutih (bleach) atau dengan sabun dan air. HIV tidak dapat diserap oleh kulit yang utuh.
Memakai shampoo, odol atau sabun mandi bersamaan dengan anggota keluarga anda yang terkena HIV juga tidak dapat menularkan HIV pada yang lain. Karena shampoo, odol atau sabun mandi apapun semuanya mengandung deterjen, dan virus tidak dapat hidup jika terkena deterjen bahkan lewat udara atau air tanpa deterjen pun virus tidak dapat hidup lama. Mungkin ketika pertama kali anda mendapati anggota keluarga terkena HIV atau bahkan AIDS anda menjadi sangat sedih, marah, panik, terguncang serta berbagai rasa tak enak lainnya tentunya berkecamuk.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul biasanya : “Mengapa harus menimpa keluarga kami?” atau malah sudah tidak bisa berkata-kata sama sekali karena sedih bercampur shock. Biasanya jika sudah muncul perta-nyaan “Mengapa terjadi” Anda mulai marah kepada si anggota keluarga yang terinfeksi HIV lalu mulai menya-lahkan orang lain selain si anak, seperti : si suami, si istri atau bahkan teman main anggota keluarga yang saat ini menjadi terinfeksi. Benar bahwa reaksi-reaksi tersebut adalah reaksi normal manusia menerima kenyataan yang tidak baik yang tidak pernah mereka bayangkan. Namun, jika kita berputar-putar terus pada emosi marah kita, takut dan tertekan (karena mendengar informasi disekitar anda me-ngenai HIV yang menakutkan) hal tersebut tidak akan merubah keadaan anda maupun si penderita.
Selain membuat sang anak atau si penderita HIV tidak merasakan perhatian-kepedulian anda, kema-rahan anda hanya membuat anda semakin terlihat “hopeless” dan hal tersebut tidak membangun jiwa anak untuk tegar dan memiliki harapan bahwa masa depan selalu ada bagi setiap orang yang mengusa-hakan. Berikut ini adalah sebuah kutipan kejadian mengenai seorang ibu yang mendapati anaknya terinfeksi HIV yang kami kutip dari harian umum Pikiran Rakyat: “Mengapa ini harus menimpa keluarga kami?” ucap sedih seorang ibu tatkala menerima keterangan dokter bahwa anaknya, pemuda kurus berusia 27 tahun, positif mengidap HIV. Pertanyaan pedih kepada diri sendiri itu diawali dengan reaksi kemarahan hebat di luar ruang konsultasi dokter di sebuah rumah sakit swasta di Bandung. “Itulah hasil kelakukan kamu! Kalau sudah begini mau bagaimana lagi.” Kata sang ibu memarahi anaknya. Lama-kelamaan kemarahan itu berganti dengan isak tangis pedih.
Reaksi tersebut menurut seorang dokter sekaligus konselor Klinik Khusus melayani pengidap HIV – Human Immunodeffciency Virus dan AIDS – Acquired Immonediciency Sydrome, adalah reaksi yang sangat normal. Namun reaksi shock semacam ini secara pasti harus segera digantikan dengan sikap mendukung penderita. “Kasihan sekali jika penderita yang sebenarnya juga terguncang masih pula harus menghadapi kemarahan dari orang-orang terdekatnya. Yang sudah lalu, ya sudahlah. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana membantu dia menghadapi masa depannya” ujar dokter Nirmala.
Apalagi, jika penderita HIV atau AIDS adalah pencandu narkotika suntik. “Jiwa mereka labil sekali, se-hingga butuh dukungan yang kuat dari lingkungan terdekatnya, terutama keluarga” menurut sang dok-ter. Bahkan, orang dengan mental yang kuat sekalipun dan sudah dipersiapkan dengan sangat hati-hati oleh dokter atau konselor dalam menerima “vonis” tersebut, tetap jatuh mental saat akhirnya tahu bahwa ia mengidap virus ini. “Lebih baik saya mati saja, Dok.”. Begitu kebanyakan kalimat spontan para penderita. Disinilah pentingnya peran pendamping dan keluarga atau sahabat untuk memberikan kekua-tan dan harapan bagi siapapun yang divonis mengidap HIV.
Dari Kasus-kasus yang HIV terjadi, banyak keajaiban pada pasien AIDS yang diterima dengan keikhla-san serta mendapat dukungan keluarga yang luar biasa. Dokter tersebut juga menyatakan “Mereka yang sudah sampai stadium empat itu ibarat tumbuhan yang dimakan ulat, sangat sakit dan tidak berdaya. Namun banyak kasus menunjukan, dengan dukungan dan pendampingan keluarga serta mem-peroleh therapy HIV secara kontinu, pasien bisa kembali berseri-seri. Dukungan orang-orang terdekat dan keluarga benar-benar obat paling mujarab, di samping obat-obatan itu sendiri”.
Hal yang mengharukan juga terjadi dari reaksi kalangan para perempuan yang mengetahui suaminya terkena penyakit tersebut. Umumnya, para perempuan tabah ini bener-bener mempraktikkan sumpah setia perkawinan mereka.
Banyak perempuan berujar kepada pasangan hidupnya “Apapun yang terjadi saya tidak akan meninggalkan bapak. Tidak hanya pada waktu senang saya mendampingi bapak, tapi juga pada saat sakit seperti ini”. Menurut dr. Nirmala menirukan pernyataan istri dari salah satu pasien-nya.
sumber: http://obathiv.net/bagaimana-jikakeluarga-mengidap-hiv.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar